Laman

Jumat, 10 Juli 2009

Mahasiswa Kedokteran, Pendidikan Kedokteran, dan Masyarakat

”Jika kau ingin menjadi dokter, kau harus merawat pasien sebaik kau merawat penyakitnya”(Patch Adams)

Tahukah kita mengenai Visi Indonesia Sehat (VIS) 2010? Atau sejauh mana pemahaman kita mengenai Visi tersebut? Tahukah kita mengapa panyakit infeksi tropik semisal TB, Malaria, dan DBD masih menjangkiti bahkan tetap mewabah disetiap tahunnya padahal program eradikasi (penekanan hingga zero growth) telah diterapkan pada penyakit tersebut? Atau sadarkah kita bahwa Indonesia dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) menempati peringkat 117 dari 175 negara (UNDP,2006)? Tahukah kita bahwa Angka Kematia Bayi (AKB) da Angka Kematia Ibu (AKI) masih tinggi, yakni masing-masing 50/1000 kelahiran hidup dan 373/100.000 kelahiran hidup? Atau apakah kita tahu bahwa target biaya kesehatan yang seharusnya 15 % per tahun 2010 dalam anggaran APBD ternyata hanya terpenuhi 5,8 % per 2004. Untuk tahun 2009 nanti, pemerintah hanya mengalokasikan anggaran pembangunan kesehatan sebesar 2,3 % dari total APBN? Tahukah kita kerugian ekonomi yang diakibatkan penyakit TBC di Indonesia diperkirakan tidak kurang dari Rp 2,5 triliun/tahun dan di Papua sana hanya 12 % dari Puskesmasnya yang memiliki tenaga dokter? Jika pertanyaan ini kita utarakan pada mahasiswa khususnya mahasiswa kedokteran mungkin kurang lebih 75 % menjawab tidak tahu. Sungguh sesuatu yang mengecewakan!

Idealnya, pertanyaan-pertanyaan seperti di atas tidak lagi kita jawab melainkan kita seharusnya sudah berada pada tataran pengkajian dan berupaya mencari solusi permasalahanya. Padahal, hampir setiap tahunnya khususnya pada Hari Kesehatan Nasional yang telah menjadi rutinitas untuk mendengar dan melihat berbagai bentuk kegagalan dalam pembangunan kesehatan hal tersebut diperdengarkan, disebut-sebut mulai dari pemasangan spanduk, pamflet, bahkan orasi dari sebagian kecil mahasiswa kesehatan disetiap aksi mereka.

Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa mahasiswa cenderung apatis untuk membahas permasalahan semacam ini atau bahkan cenderung anti terhadap pembahasan tersebut minimal mencari tahu permasalahan saat ini. Tidak perlu melihat jumlah peserta diskusi terbuka atau jumlah mahasiswa yang ikut aksi, cukup tanyakan permasalahan kesehatan saat ini pasti kebanyakan dari mahasiswa saat ini akan menjawab tidak tahu. Ironi memang, kita selalu mengharapkan dokter yang peduli terhadap kesehatan masyarakat khususnya masyarakat kecil tapi realitas yang ada saat ini kita teralalu ditekankan pada ilmu medis semata dan mengesampingkan pembahasan mengenai kesehatan masyarakat dan problematikanya.

Bagaimana Visi Indonesia Sehat 2010 atau Visi Indonesia Sehat lainnya bisa tercapai jika salah satu sumber daya yakni tenaga dokter tidak paham mengenai permasalahan kesehatan terutama ketidak merataan tenaga dokter. Percuma memang setiap tahunnya kita menerima mahasiswa kedokteran dalam jumlah yang terus bertambah secara signifikan jika nantinya permasalah kurangnya tenaga dokter belum juga bisa terselesaikan. Hal ini mungkin bukannya pemerintah tidak mau melainkan kurangnya kesadaran dari para dokter dalam mewujudkan kesehatan masyarakat khususnya masyarakat pedalaman dan lebih senang jika harus bersaing di kota-kota besar.

Saat ini, ada yang jauh lebih penting, adalah bagaimana mendorong ilmu medis yang pro kepada kelompok miskin. Ilmu medis seharusnya juga berbicara bagaimana kemampuan ekonomi masyarakat menyangga kesehatan. Ilmu ini perlu melihat kalau kesehatan bukan semata-mata karena perangai melainkan juga banyak dipegaruhi oleh system dan struktur ekonomi masyarakat.

Kurikulum ilmu kesehatan dan kedokteran tak semustinya semata-mata berkutat pad pengetahuan medis mengenai tubuh. Ilmu kedokteran agaknya penting untuk juga berbicara mengenai masyarakat dan sistem sosial yang membentuknya. Bukan sekedar bicara melainkan juga telibat praksis dilapangan. Disinilah mahasiswa kedokteran mustinya sering terun keberbagai kawasan yang sanitasinya buruk atau tempat dimana layanan kesehatan sulit dijangkau. Hubungan dengan pasien mustinya diawali sejak anak semester pertama, bukan hubungan antara ahli atau dokter dengan penyakit melainkan hubungan antara sesama manusia. Kegiatan ini untuk melatih sikap keberpihakan yang selama ini menjadi masalah utama dalam kesehatan.

Calon-calon dokter saat ini perlu untuk diajak terlibat dan terjun langsung ke lapangan. Ada baiknya mereka diminta untuk menangani persoalan sosial, seperti bagaimana menciptakan tatanan lingkungan yang memeuhi standar kesehatan. Dengan begitu mereka diajak untuk terlibat dalam penataan lingkungan dan melatih sejak dini untuk melihat problem kesehatan bukan dari sisi prilaku. Kesadaran yang akan membikin mereka tahu kalau masalah kesehatan juga penting untuk melibatkan instansi lain. Pandangan ini kelak akan memberikan sumbangan yang berarti ketika dokter terjun langsung ke masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar